28 Weeks Later, sebuah film penuh ketegangan yang begitu membekas di benak saya. Sepanjang film yang berdurasi selama 1,5 jam ini ketegangan dan aroma kematian begitu kental terasa. 28 Weeks Later sebenarnya film keluaran tahun lalu, di Indonesia dirilis tanggal 10 Mei 2007. Namun saya baru tahu beberapa hari lalu. Sekilas dari judulnya saya mengira 28 Weeks Later adalah film drama. Karena itu saya memutarnya jam satu malam, di saat semua penghuni kos sudah tidur. Ternyata...

Ketegangan langsung dihadirkan oleh 28 Weeks Later sejak awal cerita, meskipun pada awalnya terasa membingungkan. Akan lebih mudah bagi Anda untuk mengikuti jalan cerita 28 Weeks Later bila pernah menonton film Twenty Eight Days Later (rilis tahun 2002) yang tak lain tak bukan merupakan sekuel 28 Weeks Later sebelumnya. Baik Twenty Eight Days Later maupun 28 Weeks Later sama-sama disutradarai oleh Juan Carlos Fresnadillo. Kalau saya tidak salah ingat, Twenty Eight Days Later pernah diputar di salah satu TV swasta.

Cerita 28 Weeks Later diawali ketika Don (diperankan oleh Robert Carlyle) dan Alice (Catherine McCormack) istrinya menyiapkan makanan seadanya bagi sejumlah pengungsi di salah satu rumah warga. Mereka merupakan sebagian kecil populasi kota London yang berhasil selamat dari sebuah wabah mengerikan. Wabah aneh yang membuat penderitanya haus darah dan bertingkah lebih kejam dari serigala. Tengah asyik makan, tiba-tiba seorang anak mengetuk pintu minta masuk. Rupa-rupanya kedatangan anak tersebut diiringi oleh orang-orang yang terjangkit wabah. Seisi rumah kontan kocar-kacir menyelamatkan diri dari serangan tersebut.Sayangnya, selain Don tak ada yang bisa selamat dari peristiwa mengerikan tersebut.

Sedemikian hebatnya wabah tersebut sehingga daratan Britania Raya mesti dikarantina agar tak menyebar ke Eropa daratan. Pasukan NATO dipimpin Amerika Serikat masuk 28 minggu kemudian untuk memulihkan Inggris. Warga Inggris yang melarikan diri ke luar negeri diperbolehkan pulang untuk proses repopulasi dan pemulihan. Di antara warga yang datang dari luar negeri tersebut adalah Tammy (Imogeen Poots) dan Andy (Mackintosh Muggleton), dua anak Don. Betapa hancurnya hati Tammy dan Andy ketika mengetahui bahwa ibu mereka sudah dinyatakan tewas.

Didorong oleh rasa rindu pada ibu dan kenangan masa lalu, Tammy dan Andy berhasil menyelinap keluar dari kamp karantina untuk menuju ke rumah mereka yang sudah porak-poranda. Siapa sangka ternyata di dalam rumah tersebut Andy justru menemukan ibu mereka masih hidup. Alice memang selamat, namun ia dinyatakan positif mengidap wabah sehingga militer NATO mempertimbangkan untuk menghabisinya sebagai upaya preventif. Usul tersebut ditentang oleh Scarlet (Rose Byrne), dokter militer NATO yang meminta Alice dibiarkan hidup sebagai bahan penelitian.

Di saat petinggi NATO berdebat antara membunuh Alice atau tidak, Don diam-diam masuk ke ruang perawatan istrinya. Ia memohon maaf pada Alice karena telah meninggalkannya pada saat mereka diserang dulu. Alice tersentuh dan memaafkan Don. Kesalahan fatal dilakukan Don karena mencium Alice. Virus ganas langsung menulari Don lewat air liur Alice. Seketika Don berubah menjadi sangat ganas dan kejam. Ia membunuh Alice, meminum darahnya, kemudian keluar dari gedung untuk mencari mangsa baru.

Ketegangan memuncak. Don 'memangsa' beberapa tentara yang ditemuinya sekaligus menularkan virus. Wabah kembali menyebar. NATO menetapkan status darurat, warga yang dikarantina panik. Selanjutnya? Tonton saja sendiri. Yang jelas jangan tonton film ini sendirian. Apalagi di tengah malam sepi. Ngeri!

NB: Ada yang tahu di mana mencari referensi tentang Imogeen Poots? Mbah Google koq tumben-tumbenan gak tahu ya? Imogeen Poots-nya yang gak terkenal ato si Mbah Google yang kurang gaul? Hehehe...