Sejak mulai magang di Harian Jogja, saya punya rutinitas baru di Minggu pagi. Apa itu? Membeli koran Harian Jogja edisi Minggu! Hehehe, biasalah, namanya juga masih pemula. Entah mengapa rasanya senang sekali kalau hasil liputan saya bisa dimuat. Padahal sudah beberapa kali tulisan dan nama saya tercetak di koran. Setelah di edisi Minggu (29/3) lalu 3 hasil liputan saya dimuat, maka Minggu kemarin saya kembali membeli koran untuk mengecek. Dimuat tidak ya Minggu ini?

Kalau sesuai dengan hasil rapat redaksi, maka Minggu itu paling tidak 3 (lagi) hasil liputan saya akan dimuat. Hal ini diperkuat dengan bujet alias tabel rencana liputan yang telah disepakati bersama dan diedarkan ke seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan penerbitan edisi Minggu itu. Tapi begitu membuka Harian Jogja edisi Minggu, 5 April 2009, lalu saya jadi shock. Lho, koq tidak ada satupun tulisan saya yang dimuat?! OMG!!! :((

Sebenarnya terlalu berlebihan kalau saya bilang shock. Saya hanya merasa tak percaya, bagaimana bisa tulisan saya tidak dimuat? Padahal kalau mengacu pada hasil rapat redaksi, padahal kalau mau melihat bujet, padahal kalau mau mengingat ucapan sang redaktur, padahal... Ah, sudahlah! Saya kemudian melipat koran yang belum saya baca habis itu dan menyalakan komputer. Apalagi kalau bukan mengelus blog tercinta ini. Sambil menunggu komputer menyala, entah dapat ide dari mana saya melayangkan SMS bernada protes pada sang redaktur. Iseng. :))

4 jam online perut saya melilit minta diisi. Mau tak mau saya harus berhenti. Mandi dulu sambil persiapan menunggu sholat dhuhur berjamaah di mushola kos, kemudian baru keluar mencari makan. Setelah makan dan perut kekenyangan saya bingung. Mau ngapain lagi nih? Mau ke kantor Harian Jogja malu sama yang lain. Ya, bagaimana tidak malu kalau setiap hari kelihatan sibuk mengetik tapi begitu korannya terbit tulisannya tidak ada. So, saya memutuskan bolos hari itu. Tapi enaknya ke mana ya?

"Tring..!" Tiba-tiba dapat ide bagus. Saya ingat seorang kenalan di dekat petilasan Kraton Ratu Boko yang menjalankan bisnis agen travel online (online travel agent). Si Mas netpreneur yang belum banyak dikenal orang ini awalnya pemandu wisata khusus tamu-tamu berbahasa Prancis. Karena jiwa entrepreneurnya kuat, ia kemudian banting stir. Berhenti jadi pemandu wisata dan membangun bisnis travel agent di dunia maya. Padahal ia hanya tahu sedikit tentang internet, paling-paling hanya membuka email dan googling saja. Tapi ketekunan belajar dan sifat pantang menyerah membuatnya mampu menghasilkan omset puluhan juta rupiah dari bisnisnya tersebut.

Maka ke sanalah saya Minggu sore itu. Biar tidak bengong saya mengajak seorang teman kos. Kebetulan dia juga maniak internet meski lebih interes ke programming. Berangkat dari kos sekitar jam 16.00. Sampai di Jl. Solo, tepatnya setelah lampu merah pertigaan Jl. Babarsari, saya berhenti sebentar untuk mengambil uang di ATM BNI yang terletak persis di sebelah timur gapura Tambakbayan. Waktu itu langit sudah mulai gelap. Setelah saya selesai mengambil uang hujan rintik-rintikpun turun. Duh, gelagat tidak baik nih. :(

Kami nekat. Hujan rintik-rintik kami terobos. Tapi baru berapa kilo dari lampu merah Ring Road Timur kami harus berteduh karena hujan semakin deras. Hmmm, mendung sehitam itu pasti bakal lama nih hujannya. Benar saja. Sampai setengah jam kemudian kami masih harus berteduh. Sampai akhirnya kami memilih nekat dan kembali melanjutkan perjalanan. Sial, baru sampai Kalasan kami sudah harus berteduh lagi. Kali ini lebih lama karena hujannya semakin deras. Pffiuuuh....

Lihat jam di handphone angkanya sudah 17:05, padahal perjalanan masih lumayan jauh. Pikir punya pikir akhirnya kami nekat menembus hujan setengah hati itu. Sampai di dekat pintu masuk Kraton Ratu Boko kembali kami harus berhenti lagi. Kalau dilanjutkan bisa-bisa kami basah kuyup. Mana sopan bertamu dalam keadaan basah kuyup? Tapi kali ini kami tak berhenti lama. Begitu hari sudah gelap kami langsung tancap gas. Sambil menahan dingin kami mencari-cari letak rumah si Mas tadi. Setelah berputar-putar sebentar di perumahannya plus salah masuk rumah orang, akhirnya ketemu juga deh rumah yang kami cari. Alhamdulillah...

Dasar pebisnis, begitu ketemu dia langsung bercerita panjang-lebar tentang bisnis travel agen online-nya. Cukup lama kami mengobrol, dari jam setengah 7 sampai jam 9 lebih. Dari obrolan sepanjang itu saya banyak belajar tentang bagaimana membangun sebuah bisnis online berdasarkan hobi dan skill yang dimiliki. Si Mas yang tidak mau namanya diekspos itu hobinya jalan-jalan dan skillnya bisa berbahasa asing, Inggris dan Prancis. Dengan kedua modal itulah dia membangun bisnisnya. Padahal, sekali lagi, dia tidak tahu banyak tentang internet, apalagi tentang bisnis online.

Tentu saja dia tidak langsung sukses. Awal situsnya beroperasi, ia harus sibuk menangani semua urusan. Mulai dari membuat situs, promosi, mencari backlink, menjawab setiap email yang masuk, mencari transportasi, memesan hotel, menjadi pemandu bagi tamunya, dan sekaligus menerima pembayaran dari tamu-tamunya. Ya, all in one deh pokoknya. Semakin lama tamunya semakin banyak. Ia kemudian mulai mencari pemandu lain yang mau bekerja sama dengannya. Jadi begitu ada tamu ia tidak lagi memandu sendiri tamunya tersebut.

Kini setelah hampir 3 tahun berjalan ia tinggal duduk diam di kantor kecilnya yang merangkap sebagai ruang keluarga. Ia nyaris tak pernah keluar rumah lagi sekarang. Jadi seluruh waktunya full ia curahkan untuk keluarganya tercinta. Toh, bisnis bisa ia urus lewat laptop yang sudah terhubung dengan jaringan internet? Begitu ada order, ia tinggal angkat telepon untuk menyewa mobil pada pemilik rental mobil yang sudah jadi langganannya dan kemudian menghubungi pemandu wisata yang juga sudah ia kenal lama. Praktis dan efektif, bukan?

Bayangkan, si Mas netpreneur tadi bukanlah seorang ahli TI. Ia tak pandai pemrograman, tak tahu membuat situs, bahkan ia belajar membuat akun PayPal dari saya. Tapi kini bisnisnya sudah beromset puluhan juta perbulan. Sebagai gambaran besarnya omset yang ia dapat, ia dapat membeli 1 laptop Compaq plus modem seharga total 13 juta (waktu itu), satu motor Yamaha Mio gres, satu motor Yamaha Jupiter MX gres, tabungan untuk membeli mobil idamannya, biaya sekolah anak-anaknya, biaya hidupnya sehari-hari selama ini, dan uang untuk bersenang-senang setiap pekan. Bagi orang yang baru memulai bisnis online selama hampir 3 tahun, ini tentu sebuah pencapaian luar biasa. Ingat, si Mas ini seorang otodidak lho. Jadi besar kemungkinan beberapa bulan di tahun pertamanya hanya dilalui dengan trial and error saja.

Pulang dari sana saya langsung termotivasi. Ya, saya juga harus memiliki bisnis sendiri kalau ingin memiliki kebebasan finansial. Sejumlah ide bisnis yang pernah saya rencanakan kembali berseliweran di kepala saya. Hmmm, sepertinya satu di antaranya harus segera saya realisasikan. Sekecil apapun bisnis itu, sesedikit apapun hasil yang akan dicapai, saya harus memulainya! Bukankah segala sesuatu yang besar juga berasal dari hal-hal kecil? The Beatles yang sekarang jadi legenda awalnya hanyalah band kafe.

Benar-benar hari Minggu yang menyenangkan. Biarlah hasil liputan saya tidak satupun yang dimuat di Harian Jogja edisi Minggu itu, biarlah saya harus kehujanan sepanjang jalan dari Kalasan ke Perumahan Ratu Boko, biarlah saya harus masuk angin karena menahan lapar di tengah udara dingin, tapi saya pulang dengan sebuah pelajaran berharga yang akan sangat menentukan masa depan saya nanti. Amin.

Itu saja. Semoga bermanfaat. :)