Daripada nggak dapet-dapet kerja, mending nggak dapet-dapet gelar.” Anda tentu sudah sering melihat iklan yang menampilkan kalimat tersebut. Dalam iklan itu digambarkan bahwa kebanyakan orang lebih suka mengejar gelar. Hanya segelintir saja yang berani menyimpang dari kelaziman dan merasa dapat hidup (layak) tanpa gelar. Sungguh satu gambaran yang pas sekali dengan realita di sekeliling kita sekarang.

Saat saya menyatakan ingin mengikuti jejak Liew Cheon Fong menjadi fulltime blogger selepas kuliah nanti, seorang pengunjung melontarkan komentar negatif. Tanpa meninggalkan identitas sama sekali alias anonim, ia menulis: “Ngapain kuliah kalau lulus cuma jadi blogger?” Saya hanya tertawa saja membacanya sambil menjawab dalam hati, “Yah, paling tidak blogger lebih berduit daripada job hunter alias pencari kerja.” Hehehe… Iya kan?

Mungkin sudah sejak jaman penjajahan Belanda dulu dalam otak bangsa Indonesia tertanam pemikiran bahwa orang harus bekerja untuk dapat hidup. Entah itu bekerja di sektor swasta (menjadi karyawan) atau di lembaga milik negara (PNS). Dan memang sejak jaman penjajahan dulu masyarakat kita memandang PNS sebagai satu profesi terhormat. Menjadi PNS adalah suatu kebanggaan karena selain memperoleh jaminan pensiun, seorang PNS juga memiliki strata sosial lebih tinggi di masyarakat. Maka tak heran jika banyak orang tua mendambakan anaknya menjadi PNS (atau memiliki pasangan PNS). Demikian juga dengan si anak yang selalu mendambakan diangkat jadi PNS, meskipun harus menunggu puluhan tahun lamanya.

Kalau tidak bisa menjadi PNS, pilihan selanjutnya adalah bekerja di perusahaan bonafid. Kalau ini juga tidak terkabul, bekerja di mana saja tidak jadi masalah. Yang penting bekerja dan dapat gaji tetap untuk hidup. Agar memperoleh pekerjaan bagus orang harus berbekal ijasah dan gelar. Semakin tinggi ijasah dan gelar yang dimiliki, semakin bagus posisi yang mungkin didapat sekaligus semakin besar pula gaji yang akan dikantongi. Inilah pola pikir umum masyarakat kita. Jadi, jangan heran kalau begitu lulus kuliah kerjanya hanya memelototi iklan lowongan kerja di koran setiap hari.

Bekerja untuk hidup, salahkah pola pikir ini? Tidak salah memang, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Kalau yang dimaksudkan adalah bahwa kita harus “melakukan sesuatu” untuk memperoleh uang, maka pendapat ini benar. Tapi kalau maksudnya kita harus jadi karyawan/pegawai untuk mendapat penghasilan, ini jelas-jelas tidak benar. Catat baik-baik, kita tidak harus jadi karyawan/pegawai untuk mempunyai penghasilan!

Menjadi fulltime blogger adalah salah satu pilihan untuk memperoleh penghasilan. Bukan penghasilan standar upah minimum (UMP) yang hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup, seorang fulltime blogger bahkan bisa berpenghasilan sebesar gaji menteri. Ini tentu jauh lebih baik daripada terus bermimpi menjadi PNS atau memperoleh posisi bagus di perusahaan multinasional terkemuka. Menariknya lagi, Anda tidak membutuhkan ijasah apapun untuk menjadi seorang fulltime blogger. Yang Anda butuhkan hanyalah keyakinan dan tekad yang kuat untuk maju.

So, mana yang Anda cari, duit atau kerja? Kalau Anda memilih duit, maka saya katakan pada Anda bahwa banyak jalan dapat ditempuh untuk memperoleh duit (baca: penghasilan). Salah satunya cari duit dengan blog. Tapi kalau Anda keras kepala ingin bekerja untuk memperoleh duit, saya hanya bisa mendoakan semoga Anda senantiasa diberikan kesehatan dan kesabaran. Saya pernah bekerja di banyak tempat, mulai dari warung sate kambing sampai hotel berbintang 3. Bagi saya bekerja di mana saja tidak ada bedanya, sama-sama tidak enak! Dan lagi saya tidak rela kalau sudah kuliah mahal-mahal hanya jadi "pesuruh”.

Maaf, hanya sekedar uneg-uneg setelah membaca komentar si anonim di posting ini.