Bulan Juni sudah seminggu lebih, namun EkoNurhuda.com tak kunjung di-update juga. Bagi yang biasa berkunjung ke blog ini pasti tahu kalau saya biasanya membuat posting baru setiap dua hari sekali. Paling lama ya 3-4 hari. Tapi sekarang koq sampai seminggu lebih belum juga di-update, ada apa gerangan? Adakah yang bertanya demikian? Hehehe, ke-GR-an banget gak sih?

Well, ceritanya begini. Saudara sepupu saya, anaknya kakak Ibu, datang ke Jogja dan menginap tempat saya. Sebenarnya dia tidak khusus datang untuk mengunjungi saya. Si sepupu ini mengikuti satu terapi khusus di daerah Bantul selama 10 hari. Setelah terapinya selesai, ia tidak ingin langsung pulang ke Baturaja, Sumatera Selatan. Pikirnya, mumpung masih di Jogja kenapa tidak sekalian jalan-jalan dulu? Jadilah ia menginap tempat saya dan otomatis saya mesti mengantarkannya ke mana-mana.

Namanya mantan guide, urusan jalan-jalan begini tentu tidak asing bagi saya. Hanya bedanya kalau dulu saya hanya tahu duduk di jok dan menyerahkan urusan perjalanan ke tempat wisata pada sopir, maka dengan sepupu saya menjadi guide merangkap sopir. Dengan motor berplat BH tanpa SIM kamipun menjelajahi tempat-tempat menarik di Jogja. Hmmm, sempat bingung juga nih tempat mana saja yang harus dikunjungi. Tapi di Jogja apa saja sih yang menarik dikunjungi? Kraton, Taman Sari, Masjid Gede Kauman, Malioboro, Alun-alun, Candi Prambanan dan candi-candi lainnya, Kraton Ratu Boko, Pantai Parangtritis, Kaliurang, Kali Kuning, Kaliadem dan sekitarnya. Cuma itu kan?

Selain Kraton Ratu Boko tempat-tempat wisata tersebut sudah sangat sering saya kunjungi, jadi ya tidak ada sesuatu yang istimewa bagi saya. Entah kebetulan atau tidak, saat berkunjung ke Kraton Ratu Boko itulah kami mendapatkan pengalaman istimewa. Eit, sebenarnya bukan istimewa, tapi menggelikan. Ya, di tempat yang disebut-sebut sebagai bekas istana bapaknya Roro Jonggrang ini kami berkenalan dengan seorang cewek. Anaknya lucu dan agak manja. Dia sendirian, tapi saat ditanya sama siapa dia bilang sama teman. Ketika kami bertanya “temannya mana?”, dia jawab “sudah pulang.” Penasaran, kami bertanya lagi. “Temannya cowok apa cewek sih?” Eh, dia jawab “cowok”. Lho? Kamipun mengernyitkan dahi. Jangan-jangan….

Kami segera menjadi akrab. Malahan dengan sukarela cewek manis yang mengaku bernama Putri itu mengantar kami berkeliling kompleks istana sampai ke bagian-bagian yang jarang dikunjungi pendatang. Karena kelelahan akhirnya kami nongkrong di pojok istana yang disebut-sebut sebagai bekas keputren. Lalu obrolanpun mengalir. Setelah dipancing-pancing akhirnya Putri cerita kalau cowoknya—dia bilang mantan cowok—entah kenapa tiba-tiba marah dan meninggalkannya. Eh, pas kami obrolin itu cowok menelpon Putri. Panjang umur sekali dia. Putri mencak-mencak di HP dan dengan tegas bilang “wis kowe bali wae, aku iso bali dewe. Aku ora butuh kowe meneh!” Eit..?

Puas ngobrol Putri mengajak kami ke sebuah tempat mirip gua kecil. Di sana ia memarkir motornya. Entah kenapa koq kami tidak segera pulang, malah kembali ngobrol dengan asyik. Belum terlalu lama duduk, cowok si Putri telpon lagi. Putri kembali bilang kalau dia tidak apa-apa ditinggal dan bisa pulang sendiri. Eh, hanya beberapa menit setelah menelpon itu cowok nongol di depan kami. Nah lho! Wajah cowok itu memerah dengan mata yang nyata memperlihatkan kemarahan. Saya dan sepupu jadi serba salah. Sedangkan Putri memasang tampang cemberut. Duh, gimana nih?

Tak ingin mengganggu, saya mengajak sepupu saya menjauh. Maksudnya supaya Putri dan (mantan) cowoknya itu menyelesaikan urusannya dulu. Sewaktu lihat mereka sudah pegang-pegangan tangan barulah kami mendekat. Tak lupa senyum super manis dipasang untuk si cowok yang wajahnya sudah tak setegang tadi. Kamipun berkenalan dan tanpa banyak babibu langsung pamit pulang. Sekilas tampak raut muka kecewa di wajah Putri saat kami pamit. Tapi mau bagaimana lagi? Kami tidak ingin timbul salah paham antara si cowok dan kami. Apalagi Putri sempat keceplosan bilang kalau cowoknya malah cemburu dengan kami. Wuih, koq bisa sih? Untungnya pas nongkrong di bekas keputren sepupu saya sempat meminta nomor HP Putri. Cerita selanjutnya? Silakan tebak sendiri.

Oya, waktu naik ke Kaliadem melihat sisa-sisa muntahan Merapi sewaktu meletus terakhir kali, saya iseng-iseng mampir ke rumah Mas Ngabehi Surakso Hargo alias Mbah Maridjan. Untungnya si Mbah ‘Rosa’ ini ada di rumah dan sedang sendirian. Jadilah kami ngobrol dengan pertanyaan yang saya ajukan sekenanya. Mulai dari surat perintah dari Kraton sampai nama Surakso Hargo yang ternyata berarti “dekat gunung”. Waktu menyinggung soal iklannya yang ‘rosa’, Mbah Maridjan menyampaikan satu kenyataan mengejutkan mengenai keikutsertaannya dalam iklan-iklan produk suplemen tersebut. Maaf, saya tidak berani cerita banyak. Tapi intinya Mbah Maridjan mengungkapkan bahwa beliau sebenarnya sama sekali tidak pernah berniat menjadi bintang iklan.

Waduh, koq sudah panjang sekali ceritanya. Tar malah pada bosan lagi. Ya, sudahlah. Saya akhiri saja posting pertama di bulan Juni ini sampai di sini.