Terhitung sejak tanggal 24 Mei 2008 pukul 00:00, pemerintah resmi menaikkan harga BBM. Angka kenaikkannya rata-rata sebesar 25%. Dengan demikian, premium yang sebelumnya dibanderol Rp 4.500/liter naik menjadi Rp 6.000. Minyak tanah yang semula dihargai Rp 2.500/liter naik menjadi sekitar Rp 3.000.

Bisa dipastikan, kenaikan ini akan menimbulkan efek domino luar biasa bagi perekonomian Indonesia. Berhubung BBM merupakan faktor vital bagi kegiatan ekonomi, maka ada banyak hal yang terpengaruh pada kenaikan ini. Ya, yang naik memang hanya BBM. Tapi mulai dari sayur-mayur, telur, ikan sampai komponen komputer membutuhkan BBM sebagai bahan bakar utama dalam proses distribusi. So, jangan heran kalau kemudian harga-harga kebutuhan lainnya juga akan ikut naik.


BBM sudah jelas naik, dan pemerintah tidak lagi membuka kesempatan untuk mendiskusikan alternatif lain yang lebih pro rakyat kecil (setidaknya sampai saat mereka memutuskan untuk menaikkan harga BBM). Pertanyaannya sekarang, bagaimana kita menyikapinya?

Satu hal yang pasti, dengan kenaikan ini secara otomatis kebutuhan kita akan jadi lebih besar seiring dengan meningkatnya harga barang. Perhitungan kasarnya, jika sebelumnya gaji Rp 500 ribu cukup untuk hidup sebulan, maka mulai sekarang malah terasa sangat kurang. Kalau Wapres Jusuf Kalla bilang bahwa kenaikan harga BBM tidak akan menambah jumlah orang miskin, bisa jadi beliau benar. Tapi yang jelas kehidupan rakyat Indonesia tidak akan pernah sama lagi seperti sebelumnya. Yang tadinya bisa hidup mewah dengan gaji Rp 2 juta sebulan, maka sekarang harus rela turun derajat menjadi kalangan menengah ke bawah. Bagaimana dengan rakyat yang hanya berpenghasilan Rp 200 ribu sebulan? Tanyakan saja pada Pak Kalla!

Nah, daripada ribut mempersoalkan kenaikan harga BBM, ada baiknya kita merenungi perkataan Robert T. Kiyosaki berikut: “Orang miskin melihat seberapa besar penghasilannya lalu membatasi pengeluaran. Sedangkan orang kaya melihat seberapa besar pengeluarannya lalu meningkatkan penghasilan.”

Sehubungan dengan kenaikan harga BBM, sudah jelas bahwa pengeluaran kita akan jauh lebih besar dari sebelumnya. Kalau sudah tahu begitu, apa yang harus dilakukan? Berdemo berhari-hari menuntut pembatalan kenaikan BBM? Atau memohon pada aparat desa agar dimasukkan sebagai orang miskin agar memperoleh BLT? Amit-amit! Alih-alih melakukan resistensi yang boleh dibilang percuma, kenapa tidak berupaya memperbesar penghasilan agar tetap dapat mempertahankan gaya hidup kita?

Jangan salah paham dulu. Saya prihatin harga BBM dinaikkan, tapi marilah kita berpikir positif. Jadikan kenaikan harga BBM ini sebagai momentum untuk mencapai penghasilan jauh lebih besar. Jadikan kenaikan harga BBM ini sebagai motivasi untuk meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik lagi. Intinya, jadikan kenaikan harga BBM ini sebagai inspirasi untuk menjadi lebih baik. Jangan mau dikendalikan keadaan, tapi kitalah yang seharusnya mengendalikan keadaan. Jangan menyerah pada kenyataan, tapi kalahkanlah. Kita pasti bisa! Syaratnya hanya satu: buang jauh-jauh mental miskin!!!