Tetangga depan kos saya meninggal. Berhubung rumah duka terletak di tengah-tengah ruko, alhasil tak ada tetangga di kanan-kirinya. Rumah itu juga jauh dari kampung. Di depannya jalan raya plus deretan ruko, di samping timurnya jalan besar yang disambung dengan kampus Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, sementara di belakangnya kompleks perkantoran walikota Jogja.

Karena posisinya yang jauh dari kampung itu tuan rumah bingung waktu mau membacakan tahlil dan yasin untuk almarhum. Alhasil, mereka minta bantuan pengurus kos tempat saya tinggal untuk mencarikan orang yang mau membacakan yasin. Pilihan tepat. Kos saya berisi lebih dari 50 orang, so separuh saja penghuni kos yang berangkat rasanya sudah lebih dari cukup.

Pucuk di cinta ulam tiba, teman-teman kos tidak keberatan membantu. Sebagian benar-benar ikhlas demi amal baik, tapi tak dipungkiri ada juga yang berorientasi perut. Maklum, anak kos. Hehehe... Dan berangkatlah rombongan Asrama al-Asyhar ke rumah duka. Malam pertama, yang berangkat hanya beberapa orang. Kebetulan saya juga tidak ikut karena "asyik" meng-install ulang komputer.

Nah, malam kedua saya baru bisa ikut karena kebetulan tidak ke mana-mana. So, berangkatlah saya dengan rombongan. Menurut teman-teman yang berangkat di malam pertama, jumlah peserta yasinan di malam kedua ini lebih banyak dari malam pertama. Saya tidak menanggapinya. Saya pikir kemarin teman-teman juga tidak bisa ikut karena ada kesibukan lain.

Setelah menyeberang Jl. Kusumanegara yang selalu ramai kendaraan, sampailah kami di rumah duka. Di luar dugaan saya, ternyata benar-benar hanya anak-anak kos kami saya yang membaca yasin. Awalnya saya pikir ada satu-dua orang kampung atau tetangga kanan-kiri si tuan rumah. Nyatanya, dari sekitar 16 orang yang ada malam itu, semuanya dari kos tempat saya tinggal. Hmmm...

Yasinan dan tahlil hanya memakan waktu kurang dari 30 menit. Kemudian, seperti biasa, dilanjutkan dengan acara makan-makan sambil ngobrol. Nah, menjelang waktu pulang terjadi keanehan, setidaknya menurut saya ini aneh karena belum pernah saya temui sebelumnya. Apa yang aneh? Salah seorang anggota rumah keluar lalu membagikan bingkisan berupa roti kotak berukuran besar. Ah, ini sih masih belum aneh. Yang bikin kening saya berkerut adalah sewaktu kami juga diberi amplop satu-satu. Tanpa perlu dijelaskan tentu teman-teman tahu apa isinya, bukan?

Ya, sesuai dugaan, ternyata isinya uang. Walah, koq begitu sih? Masa iya orang yasinan dibayar? Padahal saya yakin teman-teman tidak mengharapkan uang. Kalau mengharapkan makan gratis sih saya yakin iya. Hehehe... Nah, karena tahu yang ikut yasinan dapat makan gratis plus uang plus bingkisan, di malam ketiga yang datang jauh lebih banyak lagi. Perkiraan saya sih sekitar 25 orang. Edan!

Yang jadi pertanyaan saya sampai saat ini adalah, koq ada ya orang yasinan dikasih duit? Apa memang di Jogja hal seperti ini umum dilakukan? Bagaimana dengan daerah lain? Mungkin teman-teman bisa berbagi pengalaman.

NB: Foto ilustrasi diambil dari http://flickr.com/photos/27371861@N02/2552396735